Keunggulannya karena elok dan seksi dan kerap mendapatkan sanjungan banyak lelaki, membuat dianya super egois.
Sebagai ibu rumah-tangga selayaknya ia dapat mengurus semua masalah rumah termasuk mengurusi suami dan melayaninya. Ia rupanya lebih meminta dilayanui, dan benar-benar tidak becus mengurusi rumah, jangankan mengolah, mengatur rumah , mengelola keuangan benar-benar ia tidak becus.

Bokep Sub Indo – Rumahku berkesan selalu amburadul, keuangan benar-benar boros. Saya bukan termasuk lelaki yang kikir. Penghasilanku yang di atas rerata dan dapat ada di wilayah elit di satu teritori perumahan di Selatan Jakarta, dan kendaraan 2 unit dapat memberikan kepuasan gairahnya selalu melangkah di mall. Masalah pada tempat tidur, ia bukan pasangan yang hot, jauh dari kesannya sebagai wanita seksi.
Jika ingin disingkap rasanya banyak kekurangannya. Saya tidak kuat hidup meneruskan bahtera dengan figur wanita elok namanya Vince. Kami pada akhirnya pisah baik dan semua rumah dan didalamnya kuberikan padanya. Dalam perkawinanku itu kami belum sampai mendapatkan turunan. Itu karena tekad Vince yang ucapnya masih ingin hidup tanpa terlilit mengurusi anak. Ia pilih memasangkan alat kontrasepsi sejak awal kali kami hidup bersama-sama.
Saya pilih ada di apartemen di tengah-tengah kota. Kekesalan yang begitu besar membuat pandanganku berbeda pada wanita elok dan seksi. Saya menjadi berpandangan stereo-type pada makhluk elok dan memandang mereka tidak berbeda jauh sikapnya dengan bekas istriku.
Walau tidak berhasil di rumah tangga tapi di dunia usaha tingkatanku terus naik. Sebuah usaha kembali baru saya membuka dengan sewa kantor di daerah Jakarta Selatan. Kantorku ini tidak di gedung perkantoran, tapi di satu bangunan yang bersatu dengan tempat kos. Si pemilik, Pak Ikhlas semula akan membuat usaha industri video games, tetapi 1/2 jalan modalnya kurang. Bangunan yang telanjur besar pada akhirnya beberapa jadi kamar untuk kost-kostan dan beberapa kembali dikontrakkan untuk perkantoran.
Saya pilih tempat ini karena tenang dan tidak butuh lokasi yang prestige. Unit usaha agen arsitek rasanya memang pas pada tempat Pak Ikhlas ini. Saya cuma mengaryakan lima orang. Hampir tiap sore saya selalu turut berunding dengan beberapa arsitek. Saya sendiri bukan berpendidikan arsitek, tapi karena saya pemilik, semua keputusan saya yang mengambil.
Saya suka ada di lingkungan bangunan Pak Ikhlas. Kami juga kerap terturut bercakap di teras tempat tinggalnya yang cukup asri. Sesuatu hari ia tawarkan sebuah tv Sony 32 inchi. Saat sebelum menerangkan menganai pesawat itu, ia menceritakan background TV tersebut. TV itu ialah punya orang yang sewa satu kamar cukup besar pada bagian tempat tinggalnya. Menurutnya, sang penyewanya Bu Vina sedang kesusahan uang, hingga hasil pemasaran TV itu untuk bayar sewa ruang.
Terang-terangan saya sebetulnya kurang tertarik beli TV, tetapi narasi dibalik pemasaran TV itu yang mendorongku untuk pada akhirnya beli. Pak Ikhlas narasi jika Bu Vina telah enam bulan tempati satu ruang di sana. Ia semula sangat kaya, ada di Kemang dengan rumah besar komplet swimming pool. Suaminya bule Prancis memberikannya 2 anak kembar cewek. Tetapi semenjak dua tahun lantas suaminya kembali lagi ke Prancis dan tinggalkan demikian saja Bu Vina dengan 2 anaknya. Sebelumnya sang bule sering mengirimi uang, tetapi satu tahun akhir tidak ada berita kembali, apalagi ngirimi uang.
Bu Vina kata Pak Ikhlas mirip orang stress, terkadang bicaranya agak ngaco, tetapi tetap kerap lempengnya sich. Sepanjang nyewa kamar, bu Vina selalu bayar dengan jual beberapa barangnya. Semula ia banyak memiliki barang bernilai, saat ini tinggal kasur pegas (spring bed). Entahlah karena langkah menceritakan Pak Ikhlas yang menegangkan atau karena ceritanya menyedihkan, tapi pada akhirnya saya menjadi bersimpati ke Bu Vina.
Diantarkan Pak Ikhlas saya berjumpa Bu Vina. Biasa sajalah basa-basi ngalor ngidul. Dari percakapan singkat itu saya mendapatkan tambahan informasi jika Bu Vina ada di kamar itu bersama dua anak kembarnya yang tetap kelas 6 SD.
Saya memang kerap menyaksikan anak yang serupa bule dan elok kerap bermain di dekat kantorku. Saya tidak tahu jika mereka ada 2 orang. Ke-2 nya memang serupa sekali dan sulit membandingkan. Ke-2 anak itu masa datang dikenalkan kepadaku. Mereka ialah Stephani dan Stephana. Ke-2 anak ini mengingatikan ku pada Cinta Laura. Mereka memang manis dan elok.
Berkenaan Bu Vina, ia wanita Jawa yang berpembawaan berani, umurnya kutaksir sekitaran 32 tahun. Mungkin dampak hidup bersama bule lumayan lama, hingga mengubah performanya menjadi agak Setelah perut dan udelnya selalu terlihat. Apalagi jika bercakap berdua dengan ku, ia cuek saja pada susunya yang tidak terbungkus BH dan pentilnya melentung dibalik kaus ketat.
Saya kerap memberi komentar dan melihat susunya, tetapi Bu Vina cuek saja. Ia berargumen agak sulit bernafas jika dadanya terkungkung BH. Saya menjadi semakin kerasan mengunjungi kantor baruku. Bila dahulu bercakap dan Pak Ikhlas berasa asyik, saat ini bercakap sama sang Vina justru lebih asyik. Tidak cuma perbincangan yang hebat, tapi juga panorama kerap menarik.
Selama ini saya belum menggeret Vina masuk ke pergerakan birahi ku. Keliatannya ia pun demikian. Saya pada akhirnya dekat dan dengan ke-2 anaknya. Baru satu bulan kenalan, rasanya telah seperti kenalan lama. Ani dan Ana kerap kubawakan oleh-olehan makanan seperti pizza dan beberapa makanan junk food yang lain. Kantorku yang lain berdekatan gedung dengan Plasa Senayan, menjadi mempermudahku beli beberapa makanan semacam itu.
Seringkali kuajak Ani dan Ana pasti bersama emaknya jalanan ke mall. Mereka kubelikan pakaian lantas kami makan. Ana dan Ani kerap pulang kuberi duit jajan, hingga mereka menjadi manja kepadaku.
Karena aktivitasku mondar mandir keluar kota ke luar negeri. Lebih dari satu bulan saya tidak bertemu Vina dan ke-2 kembarnya. Saat kemudian bertemu kembali Ana atau Ani melapor jika mereka tidak sekolah kembali. Kata maminya, tidak punyai uang. Saya segera mengunjungi Vina dan bertanya kebenaran informasi yang dikatakan kembarnya. Vina secara menunduk benarkan, Ia tidak punyai uang untuk membiayai anak sekolah. Walau sebenarnya ke-2 anak itu telah mendekati uian akhir.
Tanpa berpikir panjang saya segera mengatakan diri sebagai Bapak Asuhnya. Semua kepentingannya akan saya penuhi, termasuk duit jajannya setiap hari. Untunglah sekolahnya masih ingin terima mereka lagi. Saya memerintah ke-2 anak itu meng ikuti bimbel untuk penyiapan ujian akhir.
Saudara bukan, mengenal barusan, tapi hubunganku dengan keluarga Vina sangat intim. Tinggal jalinan intim dengan Vina yang masih belum sich. Pada akhirnya semua keperluannya saya penuhi.
Buatku masalah materi tidak demikian memperberat. Penghasilanku dari kantor agen arsitek masih 2x lipat dibandingkan pengeluaranku untuk keluarga Vina. Jalinan kami memang aneh, demikian akrabnya mirip orang berpacaran, tetapi belum sekalipun sebelumnya pernah ke arah ke jalinan intim. Permasalahannya mungkin saya terlampau repot dan Vina sendiri ramai mondar mandir sekedar untuk memperoleh ongkos hidupnya.
Saya cuma bersimpati ke sang kembar. Tidak dapat kubayangkan bila ia putus sekolah dan Vina hidupnya luntang lantung. Menurutku, Ana dan Ani tidak patut miskin, karena muka dan modenya selayaknya kaya.
Sesuatu hari Vina menarikku ke ruangannya ajak bercakap. Ia tidak pernah seserius ini. “Mas saya ingin nitip beberapa anakku, saya ada pekerjaan harus ke kalimantan, semoga satu minggu dapat usai, ” ucapnya serius.
Vina memang panggilku mas. Sesaat saya memeras otak. Memang jika mereka ditinggalkan cuma berdua di dalam kamar yang dicarter Vina, kasihan tidak ada yang mengurusi, baik makan atau yang lain. Sedang di apartemenku mereka secara gampang dapat cari makanan ke bawah yang disebut pusat belanja paling besar di Jakarta. Di saat itu ku ingat mereka barusan usai ujian akhir dan liburan.
Mungkin ada di apartemenku sekaligus buat berlibur, karena di kompleks apartemen ada seperti waterboom. Permasalahannya apartemenku ku disain mode studio walau luasnya sekitaran 60 m2 . Maka cuma ada satu bed king size dan seperangkatan sofa.
Saya menyepakati terima ke-2 anak itu turut tinggal bersamaku. Mereka suka saat ada di unit apartemenku. Sebagian besar kebutuh rumah tangga ada dan stok makanan banyak. Saya memang tiap waktu penuhi kulkasku secara beragam bahan makanan dingin dan beragam minuman dingin. Apalagi mereka menyaksikan sarana renang yang beragam macam permainan. Belum juga di bawah apartemen adalah pusat belanja yang selalu ramai.
Jadilah mereka berpindah sementara di apartemenku. Vina keliatannya suka anaknya betah menempati apartemenku. Sesudah ia mohon pamit, ke-2 anaknya langsung melaju ke kolam renang. Saya tinggal mereka sejenang untuk mengurusi lagi kantor-kantorku. Jam 8 malam saya telah kembali, mereka sedang asyik duduk di atas sofa sekalian melihat acara di TV kabel. Ke-2 nya tentu saja telah makan dengan jajan di bawah apartemen.
Ini ialah malam pertama kaliku dengan ke-2 beberapa anak ini. Mereka siap kenakan piyama dan saya beri kesegaran diri sekalian merendam di air hangat untuk hilangkan kepenatan sepanjang hari bekerja mengincar harta.
Seperti umumnya saya cuma kenakan celana pendek dan kaus oblong. Kami bercengkerama di atas sofa sekalian mengobrol. Saya banyak bertanya berkenaan papi mereka. Mereka terksesan membci papi mereka. Kesan-kesan itu dalam sekali karena kehidupan mereka segera merosot dari kondisi serba kecukupan jadi kekurangan apa pun itu.
Saya mengajak mereka tidur karena telah jam 10 malam. Lampu saya redupkan dan saya rebah selain Ana atau Ani. Sampai saat ini saya masih susah membandingkan yang mana Ana yang mana Ani. Mereka selalu menertawakan ku bila salah panggil nama mereka.
Selimut memang cuman satu, menjadi kami bertiga tidur satu selimut. Kami termenung mendekati tidur. Mendadak Ana memiringkan tubuhnya dan merengkuhku yang tidur terlentang kakinya menerpa penisku. Saya diam saja, tapi penisku tidak ia mulai jadi membesar karena terhimpit kaki Ana. “Oom pipinya bangun ya,” kata Ana. Ia menyebutkan penis dengan istilah pipi. Saya diam saja.
“Oom bisa tidak ana pegang pipi nya,” bertanya ana yang sudah pasti membuatku kaget.
Saya bertanya apa ia sebelumnya pernah pegang pipi. Ia katakan dahulu jika tidur ama papi kerap megang pipinya papi. Kupikir karena ia terlatih begitu, hitung-hitung saya sebagai penganti papinya menjadi yang monggo saja, kataku. Ana parahnya bukan menggenggam tapi justru meremas. Tentu saja saja penisku menjadi semakin keras. “Kamu apakan pipi nya oom ” bertanya ku.
“Sedap kan oom,” ucapnya sekalian tangannya berusaha mencapai penisku dari dalam celana. Penisku digenggamnya sesaat lantas dikocak-kocok. Saya menjadi terangsang karena kelakuan anak ini.
Dari pergerakan tangan kurasakan ia telah terlatih mainkan penis. Saya diam dan berusaha ingin ketahui apa yang ia ingin kerjakan pada penisku. Celanaku dipelorotkan dan justru dilepaskan kontribusi jemari kakinya. Dibalik selimut saya tidak dengan celana kembali dan penisku menjadi tegang sekali.
Ana bangun dan selimut dibukanya. Nampaklah penisku tegak berdiri dalam pegangan Ana. Ia duduk bersila sekalian terus mengocak-ngocok penisku. Saya mau tak mau biarkan, karena aku juga rasakan sedap. Tanpa saya duga Ana Telah mengulum penisku. Ia sangat mahir mainkan mulutnya di penisku. Ani juga selanjutnya bangun dan gabung menjilat-jilati kantong zakar ku.
Saya telah makin tidak sehat dan biarkan mereka mainkan penisku. Permasalahannya saya rasakan kepuasan hebat di kerubut dua gadis kecil.
Ana selanjutnya ambil sikap duduk di atas penisku dan tangannya memegang penisku dan memenyesuaikan dengan lubang kemaluannya. Ia merendahkan tubuhnya pelan-pelan dan bersama dengan itu penisku mulai terbenam di lubang kemaluannya sampai gagal.
Saya merasa sesuatu kepuasan hebat disetubuhi oleh dua gadis cilik. Saya cuma pejamkan mata nikmati masuk keluarnya penisku ke memek ana yang sempit dan menakutkan. Saya merasa ada figur badan yang melangkai dadaku. Saat kubuka mataku sebuah panorama mempesona, memek kecil tanpa bulu telah ada dekat betul di mukaku. Ini tidak salah kembali ialah milih Ani. Di dekatkannya memeknya ke mulutku dan mulutku di gerus-gerus oleh memek kecil yang mengembang karena pemiliknya dalam posisi mengangkangi kepalaku. Ani meminta dijilati memeknya. Saya selekasnya tangkap pinggul Ani dan lidahku langsung ke arah target. Memeknya menangkup mulutku dan lidahku bermain di clitoris Ani.
Ke-2 gadis kecil ini entahlah benar-benar atau bersandiwara tapi mereka merintih-rintih nikmat. Saya tidak perduli kembali oleh orisinalitas desahan rangsangan itu, terkecuali nikmati sajian yang mereka sajikan ke padaku.
Di bawah sana berasa Ana semakin cepat memaju undurkan tubuhnya hingga efeknya penisku seperti dibetot-betot, sedangkan Ani pinggulnya berputar hingga merepotkanku memokuskan jilatan. Tubuh Ani saya kekang. ia dapat hentikan pergerakankannya, tapi rambutku dijambak-jambaknya.
Saya tetap bertanya dalam hati sekalian melesat di kepuasan, apa anak 11 tahun bisa capai orgasme. Sebelumnya saya benar-benar tidak pernah menyebadani cewek di bawah 18 tahun. Saya menanti saja peristiwa selanjutnya.
Ani ternyata mulai menikngkat kepuasan yang ia rasa. Semua pergerakannya stop termasuk mencekram rambutku, lantas berasa tubuhnya ditindihkan kuat-kuat ke mulutku hingga tutup hidungku. Saya mau tak mau meredam napas. Sementara itu berasa renyutan di sekitar vagina Ani. Ia ternyata orgasme.
Di bawah sana Ana makin hot danaku rasanya tidak sanggup kembali bertahan di dalam capitan memek sempit yang terus-terusan membetot penisku. Ana jatuhkan dianya tengkurap dan saya makin merasa dekati pucuk. Selekasnya meledaklah lahar dari pucuk penisku. Tetapi saya tidak dapat nikmati seutuhnya karena Ani mlah semakin saat mengubek penisku. Ia lantas menjerit lirih. Mungkin ia capai orgasme sesudah terstimulan oleh semportan maniku yang hangat dalam lubang vaginanya.
Kami bertiga terbujur lemas dengan masing-masing lelehan kepuasan di selangkangan.
Ini tentu saja saja membuatku ingin tahu, berkenaan darimanakah mereka mengetahui lakukan permainan orang dewasa. Dari percakapan sei interviu, kuketahui jika ayah mereka sang bule Prancis lah yang mengajarkan mereka. Ke-2 nya akui dibobol perawannya saat mendekati peningkatan kelas 5. Mami mereka mengetahui bahkan juga sang Vinalah yang menuntun beberapa anaknya melakukan secara papinya.
Ketika ada papinya mereka kerap “bermain ” bersama maminya. Menurut ke-2 kembar, Papinya kuat bermain tiap malam dan selalu bermain-main dengan ke-2 kembar dan maminya.
Saya baru yakin jika benar ada incest yang mengikutsertakan sekeluarga, sesudah temukan bukti pada Ana dan Ani. Ana dan Ani tetap termasuk pra remaja. Buah dada mereka juga masih baru tumbuh, dengan putingnya masih seperti kacang hijau.Ke-2 nya belum mendapatkan haid, tetapi telah bobol perawannya.
Sesudah ini saya tidak paham harus membuat keputusan apa. Segalanya serba salah. Bila saya menampik lakukan jalinan sama mereka karena tetap di bawah usia dan sanksi hukuman karena itu berat, tetapi rasanya saya tidak sanggup munafik membendung keinginan yang mereka sajikan. Bila saya biarkan semua jalan seperti ada, ada rasa bersalah. Ah bagaimana kelak saja lah.
Semenjak malam pertama itu, tiap malam saya selalu bergumul dengan cewek kembar yang manis-manis. Bila awalannya saya jatuh kasihan menyaksikan masa datang mereka yang tidak pasti hingga terbitlah bantuan pertolongan ku ke mereka, seterusnya mungkin saya semakin lebih terturut dan masuk ke pergerakan gaya hidup baru yang tidak pernah saya pikirkan.
Nahasnya atau untungnya, Vina tidak memenuhi janjinya. Ia justru nyaris satu bulan tinggalkan beberapa anaknya. Saya memang menjadi tambah ribet, tapi juga tambah kesenangan .
Vina saat tiba menjumpaiku, tidak ada kata lain selainnya perkataan “Sorry ya”. Ia tiba ke apartemenku menjumpai beberapa anaknya. Realitanya beberapa anaknya kelihatan lebih bersih, lebih terawat. “Bagaimana mereka menyusahkan ya mas,”.
Saya harus menyimak kata-kata yang dilemparkan Vina. Adakah arti terselinap dibalik pertanyaannya tersebut. Terang ia tentu tahu ke-2 anaknya bersex riang dengan ku.
“Menggembirakan koq, tetapi kamu mengapa tidak jelaskan rutinitas mereka membuat saya kebingungan.” kataku. Ini ialah kata-kata bersayap, yang jika Vina dapat tangkap sayap ucapannya, ia semestinya memahami jika jawabanku itu ialah laporan singkat.
“Peninggalan ekspatriat mas,” kata Vina.
Ke-2 Anak Vina memang terlihat terurus sesudah sepanjang satu bulan tinggal bersamaku. Mereka terlihat lebih suka ada di apartemenku, mungkin karena banyak selingan dan makanan sedap. Ke-2 mereka lantas mengajukan usul supaya berpindah saja ada di apartemenku. Ibunya menyikapi rengekan ke-2 anaknya cuma lakukan gesture dan matanya ditujukan ke saya. Gesture itu saya translate sebagai kombinasi terserah dan bagaimana. Saya sebenarnya tidak berkeberatan, tapi apartemenku kan memiliki bentuk studio, yang tidak ada dinding pemisah, terkecuali kamar mandi.
Itu juga pintunya terbuka. Walau tidak terang kelihatan, tapi siluet yang ada di kamar mandi dapat kelihatan di luar. Disamping itu tempat tidurnya cuman satu walau ukuran kingsize. Permasalahan tempat tidur memang bisa ditangani saya menukar sofa menjadi sofa bed. Permasalahannya siapakah yang tidur di atas sofa dan siapakah yang tidur di bed.
Tinggal dengan Vina bermakna saya seperti bersuami ia dan memiliki dua anak. Saya rasanya masih malas untuk menikah, trauma kali ya. Tetapi menampik keinginan ke-2 beberapa anak ini saya pun tidak sampai hati.
Pada akhirnya kuterima kemauan mereka berpindah dari kamar sewaan ke apartemenku. Sofa ditukar sofa bed.
Saya tidak dapat memikirkan apa yang akan terjadi saat malam pertama kami tidur bersama Vina dan ke-2 anak kembarnya yang telah jadi patner seks ku.
Malam pertama kami tinggal dengan saya rayakannya dengan pesan paket makanan dari restaurant di bawah.
Usai makan, saya selekasnya siap-siap untuk mandi bersihkan tubuh karena debu pencemaran Jakarta rasanya telah tutupi semua badan. Sedang saya asyik gosok gigi, pintu kamar mandi diketok dan secara langsung dibuka. Pintu kamar mandi memanglah tidak ada kuncinya. Ke-2 beberapa anak itu susulku dan mereka telah bugil.
Mereka ucapnya ingin mandi merendam bersama-sama di kolam jacuzzi yang hangat dan memberikan dampak pijatan dari semprotan air. Kami bertiga lantas merendam. Belum 2 menit Vina turut masuk dan secara langsung melepaskan pakaiannya lantas turut nyemplung. Kami menjadi berempat merendam bersama-sama.
Ke-2 anak kembar itu tidak tinggal diam mereka mengambil dan terkadang menyelam lantas melumat daging kerasku di selangkangan. Vina menyaksikan tingkah laku anaknya lantas mendekat, “Mami ikut-ikutan donk masak kalian saja,”
Vina tidak raih penisku tapi maju dan atur posisi ada di pangkuanku duduk bertemu. Tanpa basa basi penisku digenggamnya dan secara langsung ditujukan ke lubang vaginanya. Saya tersandar pada dinding bak, tidak sanggup dan tidak ingin protes. Lubang vaginanya berasa kesat, karena mungkin dampak air. Vina dengan sabar menceploskan penisku ke lubang vaginanya. Perlahan tetapi tentu penisku masuk semakin dalam. Vina langsung mendesah desah tidak ada rasa malu pada ke-2 anaknya. Saya merasa kemaluan Vina benar-benar kesat. Cairan vaginanya bersatu sama air panas masuk membaluri semua batangku.
Gestur Vina benar-benar hebat. Ia berteriak, mengeluh tanpa rasa malu. Saya dengar dan rasakan pergerakannya menjadi semakin terangsang. Untungnya, Vina termasuk wanita yang cepat orgasme, hingga baru sesaat bermain ia telah berteriak tanpa capai pucuk. Tetapi kemudian tetap ia lanjutkan mengebor di atas penisku. Posisiku yang ada di bawah dapat bertahan tidak untuk cepat-cepat meletus.
Vina telah orgasme 2x dan sekalian tersengal-sengal ia menjelaskan, “kamu luar biasa mas, kuat sekali, barangmu keras sekali aaahhhh”. Mendekati saya orgasme Vina telah mendahuli orgasme dan ini ialah yang ke-3 untuknya. Kepuasan vagina berdenyut membuat saya tidak sanggup kembali meredam ledakan dalam vagina Vina.
Malam pertama itu saya jadi budak harus layani ke-3 cewek. Pada beberapa bagian akhir saya cuma tidur terlentang saja dan kusediakan penis yang tegak berdiri buat mereka lahap.
Seterusnya sampai mereka mereka kuliah , kami masih tetap jalani famili seks










